Sabar adalah satu kata yang sering
kita ucapkan dan kita dengar, namun tidak mudah untuk kita amalkan dengan
sempurna. Memang sabar telah diperintahkan dalam al-Qur’an maupun hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wa salam dan kenyataan ujian yang selalu dialami manusia
dalam kehidupannya di dunia menjadikan sabar (seharusnya) bagian dari kehidupan
kita sehari-hari. Barangkali kita sering mendengar orang berkata, “… tapi sabar
khan ada batasnya!” atau “… apa kita harus bersabar terus…?” dan sebagainya.
Musibah atau ujian yang demikian bertubi-tubi terkadang menjadi pembenaran atas
ucapan tersebut. Namun bagaimanakah sabar yang dicontohkan oleh para nabi dan
rasul?
Kesabaran Nabi Nuh ‘alaihis salam
Nabi Nuh ‘alaihis salam berdakwah mengajak
umatnya ke jalan Allah selama 995 tahun secara rahasia dan terang-terangan,
malam dan siang hari, memberikan kabar gembira juga ancaman, akan tetapi beliau
hanya mendapatkan pembangkangan dari mereka, bahkan pelecehan dan ejekan. Kendati
demikian Nabi Nuh tetap berdakwah dalam waktu tersebut tanpa kesal dan bosan.
Setiap kali umatnya menentang, maka beliau merubah caranya dalam berdakwah.
Bagaimanapun keadaannya, beliau amat belas kasihan kepada umatnya dan takut
jika mereka tertimpa adzab Allah yang sangat pedih. Beliau sangat penyantun dan
lapang dadanya dan sungguh telah menjadi teladan dalam kesungguhan dan telah
berada dalam puncak kesabaran.
Allah mengabadikannya dalam al-Qur’an:
قَالَ رَبِّ
إِنِّي دَعَوْتُ قَوْمِي لَيْلا وَنَهَارًافَلَمْ يَزِدْهُمْ دُعَائِي إِلا
فِرَارًاوَإِنِّي كُلَّمَا دَعَوْتُهُمْ لِتَغْفِرَ لَهُمْ جَعَلُوا أَصَابِعَهُمْ
فِي آذَانِهِمْ وَاسْتَغْشَوْا ثِيَابَهُمْ وَأَصَرُّوا وَاسْتَكْبَرُوا
اسْتِكْبَارًاثُمَّ إِنِّي دَعَوْتُهُمْ جِهَارًاثُمَّ إِنِّي أَعْلَنْتُ لَهُمْ
وَأَسْرَرْتُ لَهُمْ إِسْرَارًا
“Nuh berkata: “Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah
menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku itu hanyalah menambah mereka
lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka
(kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka
ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap
(mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. Kemudian sesungguhnya
aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan, kemudian
sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan
diam-diam.” (Nuh: 5-9)
Kesabaran Nuh bukan hanya dalam menghadapi kaumnya,
juga kala menghadapi keluarganya. Inilah fitnah dan cobaan yang hanya dihadapi
oleh orang-orang yang bersabar.
Seorang da’i terkadang diberikan ujian dan cobaan
dengan sikap kaum dan teman-temannya, akan tetapi ketika dia kembali kepada
keluarganya, maka ia mendapatkan ketenangan dan penyejuk hati. Adapun Nuh,
beliau dicoba dengan sikap kaumnya dan keluarganya sekaligus. Allah berfirman:
ضَرَبَ
اللَّهُ مَثَلا لِلَّذِينَ كَفَرُوا اِمْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ كَانَتَا
تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا
عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ
“Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan
bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba
yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada
kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun
dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya); Masuklah ke neraka bersama
orang-orang yang masuk (neraka).” (at-Tahrim:
10)
Bukan hanya isterinya yang menjadi musibah dalam
keluarga Nuh, akan tetapi anaknya pun menolak Islam dan membantah ayahnya
sehingga masuk ke dalam golongan kafir. Nuh berusaha keras menyelamatkan
anaknya, akan tetapi harapan tinggal harapan, Allah berfirman:
وَهِيَ
تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي
مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ قَالَ
سَآوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ قَالَ لا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ
أَمْرِ اللَّهِ إِلا مَنْ رَحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ
“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam
gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di
tempat yang jauh terpencil: “Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan
janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir. Anaknya menjawab:
“Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!”
Nuh berkata: “Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah
(saja) Yang Maha Penyayang”. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya;
maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (Huud:
42-43)
Nuh telah dicoba dan bersabar, ia berdo’a kepada Allah
dan mendapatkan kemenangan, Allah pun memberikan kebaikan sebagai ganti atas
apa yang diambil darinya. Allah menggantinya dengan memberikan anak cucu yang
melanjutkan keturunan.
وَجَعَلْنَا
ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ
“Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang
melanjutkan keturunan.” (ash-Shaffat: 77)
Serba-Serbi Sabar
Sabar yang banyak diperintahkan dalam al-Qur’an dan
as-Sunnah ini meliputi 3 keadaan:
1. Sabar dalam menahan jiwa dalam ketaatan dan
senantiasa menjaganya, memupuknya dengan keikhlasan dan menghiasinya dengan
keilmuan. Di sini tetap berlaku seperti halnya ibadah yang lain, yaitu perlunya
keikhlasan karena Allah dan perlunya ilmu agar kesabaran kita benar adanya.
2. Sabar dengan menahan diri dari segala kemaksiatan
dan berdiri tegak melawan hawa nafsu.
3. Ridha dengan qadha dan qadar Allah tanpa mengeluh.
Adapun mengeluh berupa mengadukan kepada Allah maka tidak mengapa, seperti
ucapan Nabi Ya’qub ‘alahis salam,
قَالَ
إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لا
تَعْلَمُونَ
“Yakub menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah
aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah apa
yang kamu tiada mengetahuinya.” (Yusuf: 86)
atau Nabi Ayyub ‘alahis salam,
وَأَيُّوبَ
إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“Dan (ingatlah kisah) Ayyub, ketika ia menyeru Tuhannya:
“(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan
Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.” (al-Anbiyaa’:
83)
Dengan sabar maka akan diketahui siapakah yang berada
dalam barisan kaum mukminin dan membersihkan mereka dari orang-orang yang bisa
melemahkan barisan mereka. Kita ingat kisah kemenangan pasukan Thalut melawan
Jalut,
“Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia
berkata: “Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa
di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barang siapa tiada
meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka ia adalah pengikutku.”
Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka
tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi
sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: “Tak ada kesanggupan kami
pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya.” Orang-orang yang meyakini
bahwa mereka akan menemui Allah berkata: “Berapa banyak terjadi golongan yang
sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah
beserta orang-orang yang sabar.” (al-Baqarah: 249)
Beberapa medan kesabaran adalah sabar dalam menghadapi
bencana dunia, dalam menghadapi hawa nafsu, dalam melaksanakan ketaatan kepada
Allah, dalam berdakwah, dalam kesempitan, dalam menghadapi anak-anak &
isteri, dalam menghadapi saudara seagama dan sabar dalam menuntut ilmu.
Sabar mencakup segenap akhlak islami. Sifat ‘iffah
(menjaga kehormatan) adalah sabar dalam menahan syahwat perut dan kemaluan. Syaja’ah
(keberanian) adalah bersabar di medan tempur. Al-hilm (santun) adalah
bersabar dalam menghadapi sikap membalas ketika marah. Lapang dada adalah
bersabar dalam menghadapi rasa kesal. Qana’ah adalah bersabar dengan
merasa cukup dengan yang ada. Kitman (menjaga rahasia) adalah bersabar
dalam menyembunyikan satu urusan. Zuhud adalah bersabar dengan
meninggalkan kelebihan dalam hidup.
Demikianlah bahwa pohon akhlak Islam itu digiring oleh
sabar, karena itulah ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam ditanya
tentang iman, beliau menjawab, “Toleransi dan kesabaran.” (Hadits hasan
dikeluarkan oleh al-Hakim III/626, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah III/357 dan
Syaikh Salim bin Ied al-Hilali menghasankan hadits ini)
Sabar memiliki beberapa syarat:
1. Ikhlas
2. Tidak mengeluh
3. Sabar pada waktunya terjadi musibah dan inilah
sabar yang terpuji lagi berpahala.
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata: “Nabi
shallallahu ‘alaihi wa salam melewati seorang wanita yang sedang menangis di
sisi sebuah kuburan. Beliaupun berkata: “Bertakwalah kepada Allah dan
bersabarlah.” Wanita itu menjawab dalam keadaan ia belum mengenali siapa yang
menasehatinya: “Biarkan aku karena engkau tidak ditimpa musibah seperti
musibahku” Selanjutnya dikabarkan kepadanya, “Yang menasehatimu adalah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam.” Wanita itu (terkejut) bergegas mendatangi
Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam dan tidak didapatkannya penjaga pintu di
sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam lalu dia berkata, “Wahai Rasulullah aku
tadi tidak mengenalimu.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
“Hanyalah kesabaran itu pada goncangan yang pertama.” (HR. al-Bukhari III/148,
al-Fath dan Muslim VI/277-288 an-Nawawi)
0 komentar:
Posting Komentar